ABS: Satu Data Indonesia, Solusi untuk Membuat Kebijakan Negara yang Tepat
Anggota DPR RI Agung Budi Santoso mengatakan, pembangunan Satu Data Indonesia adalah sebuah solusi untuk para pengambil kebijakan negara dalam membuat suatu aturan atau kebijakan untuk masyarakat. Pasalnya, saat ini di Indonesia banyak data yang tersebar di kementerian maupun lembaga tetapi belum saling terkoneksi dan datanya pun berbeda-beda.
"Pembentukan satu data indonesia ini, menurut saya sangat berguna saat pemerintah ingin melakukan suatu treatment dalam membuat kebijakan, kalau datanya salah otomatis yang dibuat mesti salah," ujar Agung saat menjadi keynote speaker Webinar "Urgensi Pembangunan Satu Data Indonesia" di D.I Yogyakarta, Kamis (14/10/2021).
Dirinya mencontohkan, ada perbedaan data kemiskinan dari Badan Pusat Statistik (BPS) dengan Kementerian Sosial Kemensos. "Di catatan saya itu kurang lebih ada selisih 1 juta orang. Selisih ini kan banyak sekali, jika masyarakat yang miskin ini tidak masuk data BPS dan Kemensos, bisa ribut nanti," ungkapnya.
Menurut Politisi Fraksi Partai Demokrat ini, walaupun sebetulnya pembentukan Satu Data Indonesia sudah ada dalam Perpres Nomor 39 Tahun 2019, tetapi dalam perjalanannya, Perpres ini masih kurang kuat. Sehingga, DPR dalam hal ini ingin mendapatkan masukan lagi terhadap pentingnya Satu Data Indonesia.
"Harapan saya tentunya, setelah seminar ini akan ada tindak lanjut pembentukan Satu Data Indonesia ini bisa menjadi sebuah UU. Kalau nanti berhasil menjadi UU, semuanya harus patuh, semua data harus dalam satu wadah. Dan data itu pun juga harus bisa diakses, jangan hanya karena ada ego masing-masing kementerian atau lembaga tertentu tidak mau memberikan data itu, padahal data itu sangat dibutuhkan," imbuh Agung.
Agung menambahkan, saat ini memang masih ada ego sektoral antar kementerian maupun lembaga. Sebagai contoh, KPU saat ingin menyelenggarakan pemilu, data pemilih itu kan sumbernya dari Dukcapil. Tapi, KPU tidak bisa mengakses karena keterbatasan aturan-aturan yang ada, sedangkan KPU diharapkan bisa meng-update data pemilih yang dalam 5 tahun tentu data kependudukan pasti berubah.
"Ini harapan saya, dengan adanya satu data ini, bisa menjadi satu full data yang bisa diakses dengan batasan-batasan tertentu dan tidak semua orang bisa mengakses. Semua ini tentunya agar bisa memberikan suatu keputusan dan kebijakan yang tepat," tutup Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR RI itu (ABS 931)
Sumber : parlementaria
Komentar